ARGENTOMETRI
MAKALAH KIMIA ANALISIS
“ARGENTOMETRI”
DISUSUN OLEH:
A’AFIF AMIRUL
AMIN (1413206001)
ARUM FAJARWATI (1413206007)
DWI AMBIKA P. (1413206015)
NARRULLITA ERRIGA P. (1413206030)
PROGRAM STUDI
S1 FARMASI
STIKes KARYA
PUTRA BANGSA
TULUNGAGUNG
TAHUN AJARAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ARGENTOMETRI” tepat pada
waktunya. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada
Nabi Muhammad SAW.
Adapun maksud
penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Analisis.
Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan makalah ini dengan
memberikan gambaran secara deskriptif agar mudah di pahami.
Penyusun
meyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini semata-mata karena
keterbatasan kemampuan penyusun sendiri. Oleh karena itu, sangatlah penyusun
harapkan saran dan kritik yang positif dan membangun dari semua pihak agar
makalah ini menjadi lebih baik dan bermanfaat di masa yang akan datang.
Tulungagung, 06
November 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
JUDUL............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2
Tujuan..................................................................................................... 2
BAB II ISI
2.1
Argentometri........................................................................................... 3
2.2
Teori
Kelarutan....................................................................................... 4
2.3
Harga
Hasil Kali Kelarutan (Ksp)........................................................... 5
2.4
Reaksi
Pengendapan............................................................................... 7
2.5
Metode-Metode
Titrasi Dalam Argentometri (Metode Volhard, Metode Fayans dan Metode Mohr) 8
2.6
Pengaruh
pH Dalam Analisa Argentometri............................................ 13
2.7
Indikator
Argentometri........................................................................... 14
2.8
Aplikasi
argentometri dalam analisa obat dan bahan obat beserta contoh obatnya 15
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan............................................................................................. 16
3.2
Saran....................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Industri farmasi saat ini tidak hanya memfokuskan perhatian pada
bidang pembuatan dan penyediaan obat, melainkan juga telah mencakup berbagai
produk yang tersedia dalam masyarakat seperti makanan dan kosmetik.
Dalam penyediaan suatu
produk farmasi dipergunakan berbagai senyawa-senyawa yang dikombinasikan satu dengan yang lain untuk menghasilkan
suatu senyawa baru yang sangat bermanfaat. Pengkombinasian ini melibatkan
berbagai senyawa baik yang mudah larut dalam air, maupun yang tidak.
Reaksi pengendapan telah dipergunakan luas dalam kimia analitik,
dalam titrasi, dalam penentuan gravimetrik, dan dalam pemisahan sampel menjadi
komponen-komponennya. Metode gravimetrik tidak dipergunakan lagi secara luas,
dan penggunaan pengendapan untuk pemisahan telah digantikan (walau tidak
sepenuhnya) sebagian besar dengan metode-metode lain. Walaupun demikian
pengendapan tetap merupakan sebuah teknik dasar yang sangat penting dalam
banyak prosedur analitik (Day and Underwood, 2002).
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar
halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat
(AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga
metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang
relatif tidak larut atau endapan.
Oleh karena itu disusun makalah ini untuk mengetahui dan memahami
materi tentang analisis argentometri yang termasuk ke dalam analisis
kuantitatif dan kualitatif.
1.2
Tujuan
1.
Mengetahui
teori kelarutan
2.
Mengetahui
harga hasil kelarutan
3.
Mengetahui
reaksi pengendapan
4.
Mengetahui
metode-metode titrasi dalam argentometri
5.
Mengetahui
pengaruh Ph dalam analisa argentometri
6.
Mengetahui
indicator dalam argentometri
7.
Mengetahui
aplikasi argentometri dalam analisa obat dan bahan obat beserta contoh obatnya
BAB II
ISI
2.1
Argentometri
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar
halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat
(AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga
metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang
relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari titrasi argentometri
adalah:
AgNO3 + Cl- à AgCl(s) +NO3-
Sebagai indikator, dapat digunakan kalium kromat yang menghasilkan
warna merah dengan adanya kelebihan ion Ag+. (Gandjar dan Rohman,
2007)
Metode argentometri lebih luas lagi digunakan adalah metode titrasi
kembali. Perak nitrat (AgNO3) berlebihan ditambahkan ke sampel yang
mengandung ion klorida atau bromid. Sisa AgNO3 selanjutnya dititrasi
kembali dengan amonium tiosianat menggunakan indicator besi (III) amonium
sulfat. Reaksi yang terjadi pada penentuan ion klorida dengan cara titrasi
kembali adalah sebagai berikut (Gandjar dan Rohman, 2007):
AgNO3 berlebih + Cl- → AgCl(s) +
NO3-
Sisa AgNO3 + NH4SCN → AgSCN(s) +
NH4NO3
3NH4SCN + FeNH4(SO4)2 →
Fe(SCN)3 merah + 2(NH4)2SO4
Sesuai dengan namanya, penetapa kadar ini menggunakan perak nitrat
(AgNO3). Garam ini merupakan satu-satunya garam perak yang
terlarutkan air sehingga reaksi peak nitrat dengan garam lain akan menghasilkan
endapan. Garam-garam, seperti natrium klorida (NaCl) dan kalium sianida (KCN),
dapat ditentukan kadarnya dengan cara berikut ini (Cairns, 2008).
AgNO3 + NaCl à AgCl (endapan) + NaNO3
AgNO3 + KCN à AgCN (endapan) + KNO3
Sampel garam dilarutkan di dalam air dan di titrasi dengan larutan
perak nitrat standar sampai keseluruhan garam perak mengendap. Jenis titrasi
ini dapat menunjukkan titik akhirnya sendiri (self-indicating), tetapi
biasanya suatu indikator dipilih yang menghasilkan endapan berwarna pada titik
akhir. Pada penetapan kadar NaCl, kalium kromat ditambahkan ke dalam larutan;
setelah semua NaCl bereaksi, tetesan pertama AgNO3 berlebih
menghasilkan endapan perak kromat berwarna merah yang mengubah warna larutan
menjadi coklat merah ( Cairns, 2008).
2.2
Teori Kelarutan
Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan
terlarut dalam suatu larutan jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai
campuran homogen bahan yang berlainan. Untuk dibedakan antara larutan dari gas,
cairan dan bahan padat dalam cairan. Disamping itu terdapat larutan dalam
keadaan padat (misalnya gelas, pembentukan kristal campuran).
Kelarutan
didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam
larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefenisikan sebagai
interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler
homogen. Larutan dinyatakan dalam mili liter pelarut yang dapat melarutkan satu
gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 ml air. Kelarutan dapat pula dinyatakan
dalam satuan molalitas, molaritas dan persen.
Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut
tertentu menunjukkan konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan
dan pelarut tersebut. Bila suatu pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat
terlarut sampai batas daya melarutkannya, larutan ini disebut larutan jenuh.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah :
1.
pH
2.
Temperatur
Kelarutan zat padat dalam air semakin tinggi bila suhunya
dinaikkan.Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antara
molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antara molekul zat padat
menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah
terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air
3.
Jenis
pelarut
Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah
larut dalam senyawa polar.Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam
merupakan senyawa polar. Senyawa non polar akan mudah larut dalam senyawa non
polar,misalnya lemak mudah larut dalam minyak.Senyawa non polar umumnya tidak
larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak tanah.
4.
Bentuk
dan ukuran partikel
5.
Konstanta
dielektrik pelarut
6.
Adanya
zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis dan lain-lain.
2.3
Harga Hasil Kali Kelarutan (Ksp)
Senyawa-senyawa
ion yang terlarut di dalam air akan terurai menjadi partikel dasar pembentuknya
yang berupa ion positif dan ion negatif.Bila ke dalam larutan jenuh suatu
senyawa ion ditambahkan kristal senyawa ion maka kristal tersebut tidak melarut
dan akan mengendap.
Hasil Kali Kelarutan adalah nilai tetapan kesetimbangan garam
atau basa yang sukar larut dalam larutan jenuh. Ksp ini dikaitkan dengan kelarutan sesuai dengan stokiometri
reaki, pada larutan jenuh terjadi kesetimbangan
antara ion-ion dengan zat yang tidak larut. Proses ini terjadi dengan laju
reaksi yang sama sehingga terjadi reaksi kesetimbangan. Contohnya reaksi
kesetimbangan pada larutan jenuh CaC2O4 dalam air
adalah: CaC2O4(s) ↔ Ca2+ (aq) +
C2O4(aq)
Konstanta kesetimbangan: Oleh karena CaC2O4 yang
larut dalam air sangat kecil maka konsentrasi CaC2O4 dianggap
tetap. Sesuai dengan harga K untuk kesetimbangan heterogen, konstanta reaksi
ini dapat ditulis:
Ksp = [Ca2+] [C2O42-].
Ksp atau konstanta hasil kali kelarutan adalah hasil
kali konsentrasi ion-ion dalam larutan jenuh, dipangkatkan masing-masing
koefisien reaksinya.
Rumus dan harga Ksp beberapa senyawa
dapat dilihat pada Tabel berikut:
Jadi dengan
kata lain hasil kali kelarutan ialah hasil kali konsentrasi ion-ion dari
larutan jenuh garam yang sukar larut dalam air, setelah masing-masing
konsentrasi dipangkatkan dengan koefisien menurut persamaan ionisasinya.
Garam-garam yang sukar larut seperti ,AgCl, HgF2.
Jika dimasukkan dalam air murni lalu diaduk, akan terlarut juga walaupun
hanya sedikit sekali. Karena garam-garam ini adalah elektrolit, maka garam yang
terlarut akan terionisasi, sehingga dalam larutan akan terbentuk suatu
kesetimbangan.
A. Hubungan Ksp dengan pH
Harga pH sering digunakan untuk menghitung Ksp
suatu basa yang sukar larut. Sebaliknya, harga Ksp suatu basa dapat
digunakan untuk menentukan pH larutan (James E. Brady, 1990).
B. Reaksi Pengendapan
Qc < Ksp
: larutan belum jenuh
Qc = Ksp
: larutan tepat jenuh
Qc > Ksp
: terjadi pengendapan
2.4
Reaksi Pengendapan
Endapan adalah zat yang
memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan. Endapan mungkin
berupa kristal (kristalin) atau koloid,dan dapat dikeluarkan dari larutan
dengan penyaringan atau peusingan (centrifuge) Endapan terbentuk jika larutan
menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan(S) suatu endapan
adalah sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan
bergantung pada nerbagai kondisi seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan-bahan
lain dlam larutan itu, dan pada komposisi pelarutnya (Vogel, 1979).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengendapan antara lain:
1.
Temperatur,
Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya suhu
maka pembentukan endapan akan berkurang disebabkan banyak endapan yang berada
pada larutannya.
2.
Sifat alami pelarut, Garam anorganik mudah larut dalam air
dibandingkan dengan pelarut organik seperti alkohol atau asam asetat. Perbedaan
kelarutan suatu zat dalam pelarut organik dapat dipergunakan untuk memisahkan
campuran antara dua zat.
3.
Pengaruh ion sejenis,
Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung
ion sejenis dibandingkan dalam air saja.
4.
Pengaruh Ph,
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh
pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya.
Misalnya endapan AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+
akan bergabung dengan I- membentuk HI.
5.
Pengaruh hidrolisis, Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air
maka akan dihasilkan perubahan konsentrasi H+ dimana hal ini akan
menyebabkan kation garam tersebut mengalami hidrolisis dan hal ini akan
meningkatkan kelarutan garam tersebut.
6.
Pengaruh ion kompleks,
Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat dengan adanya
pembentukan kompleks antara ligan dengan kation garam tersebut. Sebagai contoh
AgCl akan naik kelarutannya jika ditambahkan larutan NH3, ini disebabkan karena
terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl (Bharmanto, 2012).
2.5
Metode – metode Titrasi Dalam Analisis Argentometri (Volhard,
Fayans dan Mohr)
1.
Metode
Volhard
Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan
larutan baku kalium atau amonium tiosianat yang mempunyai hasil kelarutan 7,1 x
10-13. Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan
garam besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat sebagai indikator yang
membentuk warna merah dari kompleks besi(III)-tiosianat dalam lingkungan asam
nitrat 0,5 – 1,5 N. Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion
besi(III) akan diendapkan menjadi Fe(OH)3 jika suasananya basa,
sehingga titik akhi tidak dapat ditunjukkan. pH larutan harus dibawah 3. Pada
titrasi ini terjadi perubahan warna 0,7 – 1% sebelum titik ekivalen. Untuk mendapatkan
hasil yang teliti pada waktu akan dicapai titik akhir, titrasi digojog
kuat-kuat supaya ion perak yang diabsorbsi oleh endapan perak tiosianat dapat
bereaksi dengan tiosianat. Metode Volhard dapat digunakan untuk menetapkan
kadar klorida, bromide, dan iodide dalam suasana asam. Caranya dengan
menambahkan larutan baku perak nitrat berlebihan, kemudian kelebihan baku perak
nitrat dititrasi kembali dengan larutan baku tiosianat (Gandjar dan Rohman,
2007).
2.
Metode
K. Fajans
Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, yang mana pada titik
ekivalen, indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan
perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini ialah, endapan
harus dijaga sedapat mungkin dalam bentuk koloid. Garam netral dalam jumlah
besar dan ion bervalensi banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya
mengkoagulasi. Larutan tidak boleh terlalu encer karena endapan yang terbentuk
sedikit sekali sehingga mengakibatkan perubahan warna indikator tidak jelas.
Ion indikator harus teradsorbsi sebelum tercapai titik ekivalen, tetapi harus
segera teradsorbsi kuat setelah tercapai titik ekivalen. Ion indikator tidak
boleh teradsorbsi sangat kuat, seperti misalnya pada titrasi klorida dengan
indikator eosin, yang mana indikator teradsorbsi lebih dulu sebelum titik
ekivalen tercapai (Gandjar dan Rohman, 2007).
Fluoresein adalah sebuah asam organik lemah, yang bisa disebut
dengan HFI. Ketika fluoresein ditambahkan ke dalam botol titrasi, anion FI-
tidak diadsorbsi oleh koloid perak klorida selama ion-ion klorida berlebih.
Ketika ion-ion perak berlebih, ion-ion FI- dapat tertarik ke
permukaan partikel-partikel yang bermuatan positif. Agregat yang dihasilkannya berwarna
merah jambu, dan warna ini cukup kuat bagi indikator visual.
Sejumlah faktor harus
dipertimbangkan dalam memilih sebuah indikator adsorpsi yang cocok untuk sebuah
titrasi pengendapan. Faktor-faktor ini antara lain (Day and Underwood, 2002):
1.
AgCl
seharusnya tidak diperkenankan untuk mengental menjadi partikel-partikel besar
pada titik ekivalen, mengingat hal ini akan menurunkan secara drastis permukaan
yang tersedia untuk adsorpsi dari indikator. Sebuah koloid pelindung, seperti
dekstrin, harus ditambahkan untuk menjaga endapan tersebar luas. Dengan
kehadiran dekstrin perubahan warna dapat diulang, dan jika titik akhir
terlampaui, dapat dititrasi ulang dengan sebuah larutan klorida standar.
2.
Adsorpsi
dengan indikator seharusnya dimulai sesaat sebelum titik ekivalen dan meningkat
secara cepat pada titik ekivalen. Beberapa indikator yang tidak cocok
teradsorpsi secara kuat indikator tersebut mereka sebenarnya menggantikan ion
utama yang diadsorpsi jauh sebelum titik ekivalen tersebut dicapai.
3.
pH
dari media titrasi harus dikontrol untuk menjamin sebuah konsentrasi ion dari
indikator asam lemah atau basa lemah tersedia cukup. Fluoresein, sebagai
contoh, mempunyai Ka sekitar 10-7, dan dalam larutan-larutan yang
lebih asam dari pH 7, konsentrasi ion-ion FI- sangat kecil sehingga
tidak ada perubahan warna yang dapat diamati. Fluoresein hanya dapat
dipergunakan dalam skala pH sekitar 7 sampai 10. Diklorofluoresein mempunyai Ka
sekitar 10-4 dan dapat dipergunakan dalam skala pH 4 sampai 10.
4.
Amat
disarankan bahwa ion indikator bermuatan berlawanan dengan ion yang ditambahkan
sebagai titran. Adsorpsi dari indikator kemudian tidak akan terjadi sampai ada
kelebihan titran.
3.
Metode
Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan
bromide dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan
larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi
endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan
sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak
kromat yang berwarna merah (Gandjar dan Rohman, 2007).
Cara yang mudah untuk membuat larutan netral dari larutan yang asam
adalah dengan menambahkan CaCO3 atau NaHCO3 secara
berlebihan. Untuk larutan yang alkalis, diasamkan dulu dengan asam asetat
kemudian ditambah sedikit berlebihan CaCO3. (Gandjar dan Rohman,
2007)
Kerugian metode Mohr adalah:
a.
Bromida
dan klorida kadarnya dapat ditetapkan dengan metode Mohr akan tetapi untuk
iodide dan tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan, karena endapan
perak iodida atau perak tiosianat akan mengadsorbsi ion kromat, sehingga
memberikan titik akhir yang kacau.
b.
Adanya
ion-ion seperti sulfide, fosfat, dan arsenaat juga akan mengendap.
c.
Titik
akhir kurang sensitif jika menggunakan larutan yang encer.
d.
Ion-ion
yang diadsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan hasil yang
rendah sehingga penggojogan yang kuat mendekati titik akhir titrasi diperlukan
untuk membebaskan ion yang terjebak tadi.
Titrasi langsung iodida dengan perak nitrat dapat dilakukan dengan
penambahan amilum dan sejumlah kecil senyawa pengoksidasi. Warna biru akan
hilang pada saat titik akhir dan warna putih-kuning dari endapan perrak iodida
(AgI) akan muncul (Gandjar dan Rohman, 2007).
Perbedaan metode Mohr , Volhard, dan
Fajans
Metode Mohr
|
Metode
volhard
|
Metode fajans
|
|
Pinsip dasar
|
titrasi
larutan ion Cl- oleh
larutan baku AgNO3, indicator K2CrO4
|
Larutan
sampel Cl-, Br-, I-/SCN- diperlakuan
dengan larutan baku AgNO3 berlebih. Kelebihan dititrasi kembali
dengan KSCN
|
Larutan
sampel Cl-, Br-, I-/SCN
dititrasai dengan larutan baku AgNO3
|
Indicator
|
Larutan K2CrO4,
(titran ialah AgNO3)
|
larutan Fe3+/larutan
Fe(II), (titran ialah KSCN atau NH4SCN)
|
Indicator
adsorbs seperti cosin fluorosein, difluorosein
|
Persamaan
reaksi
|
Ag++
Cl- àAgCl
â
Ag+ + CrO4- à Ag2CrO4 â
(coklat kemerahan)
|
Ag++
X- àAgX
â
Ag+ + SCN- à Ag2SCNâ
(putih)
Fe3+
+ SCN-à
Fe(SCN)2+ merah darah
|
Ag++
X- àAgX
AgX//Ag+
+ cosin, AgX/Ag-cosinat (biru
kemerahan).
|
Syarat
|
[CrO4-]
= 1.1 x 10-2 M
[CrO4-]
> 1.1 x 10-2 M
Terjadi
sebelum TE dan sebaliknya. pH=6-8
Jika pH<6
[CrO4-] berkurang.
2H+ + CrO4-
2HCrO4-
Cr2O72- + H+.
Jika pH > 10 akan membentuk AgOH / Ag2O
|
Dalam suasana
asam nitrat. khusus penentuan I- indicator baru diberikaan setelah ion I-
mengendap semua, karena I- dapat dioksidasikan oleh Fe3+
|
Adsorbs harus
terjadi sesudah TE. Tida ada garam lain yang menyebabkan koagulasi. Dapat
digunaan pada pH=4. Endapan berupa koloidal.
|
Penggunaan
|
Penentuan Cl-
atau Br-, I- tak dapat ditentukan karena I-
terabsorbsi kuat oleh endapan, sama untuk SCN.
|
Penentuan Cl-,
Br-, I-, SCN‑
|
Penentuan Cl-,
Br-, I-, SCN‑
|
2.6
Pengaruh PH dalam Analisis Argentometri
Kelarutan dari garam sebuah asam lemah tergantung pada pH larutan
tersebut. Beberapa contoh garam-garam tersebut yang lebih penting dalam kimia
analitis adalah oksalat, sulfide, hidroksida, karbonat, dan fosfat. Ion
hidrogen bergabung dengan anion dari garam membentuk asam lemah, sehingga
meningkatkan kelarutan dari garam (Day and Underwood, 2002).
Sebuah garam MA dari asam lemah HA. Kesetimbangan yang akan
ditinjau adalah
MA(s) à M+
+ A-
HA + H2O à H3O+ + A-
Mari kita tentukan Ca konsentrasi total (analitis) dari semua spesies
yang berhubungan dengan asam HA.
Ca = [A-] + [HA]
Ca = [A-]
Fraksi dalam bentuk A+ menjadi
Sehingga
Persamaan selanjutnya dapat
disbstitusi dalam Ksp, yang menghasilkan
Jika
pH terlalu basa akan terjadi
hidrolisis pada pereaksi, terutama ion
.
Jika PH terlalu
asam indikator yang berupa asam lemah akan terhidrolisis, menjadi spesies yang
berbeda dan kehilangan fungsinya sebagai indicator
contoh: Fluoresein pada fajans:
HFI
+
A. Pengaruh PH Pada Metode Mohr.
Syarat
yang perlu diperhatikan pada prosedur dengan metode Mohr ini adalah pH larutan
yang akan dititrasi harus berada di antara pH 6,5-9. Apabila pH larutan terlalu
asam (pH<6), maka indikator K2CrO4 dapat berubah menjadi bikromat. Sementara
apabila pH terlalu basa (pH>9), maka dapat menyebabkan terbentuknya AgOH
yang kemudian terurai lagi menjadi Ag2O +H2O.
B. Syarat pH larutan untuk titrasi Fajans
dengan indikator fluoresein:
Tidak terlalu rendah karena kebanyakan indikator adsorpsi bersifat
asam lemah yang tidak dapat dipakai dalam larutan yang terlalu asam. Namun ada
juga beberapa indikator adsorpsi “kationik” yaitu yang bersifat basa lemah
sehingga baik untuk titrasi dalam keadaan sangat asam.
2.7
Indikator Argentometri
Tabel indikator adsorbsi
Indikator
|
Titrasi
|
Larutan
|
Fluorescein
Dichlorofluorescein
bromcresol green
eosin
methyl violet
rhodamin 6
thorin
bromphenol blue
orthochrome T
|
Cl- dengan Ag+
Cl- dengan Ag+
SCN- dengan Ag+
Br-, I-, SCN- dengan Ag+
Ag+ dengan Cl-
G Ag+ dengan Br
SO42- dengan Ba2+
Hg2+ dengan Cl-
Pb2+ dengan CrO42-
|
pH 7-8
pH 4
pH 4-5
pH 2
asam
HNO3 (0,3M)
pH 1,5-3,5
larutan 0,1 M
netral, larutan 0,02M
|
Untuk
menentukan berakhirnya suatu reaksi pengendapan dipergunakan indikator
yang baru menghasilkan suatu endapan bila reaksi dipergunakan dengan
berhasil baik untuk titrasi pengendapan ini. Dalam titrasi yang melibatkan
garam-garam perak ada tiga indikator yang telah sukses dikembangkan selama ini
yaitu metode Mohr menggunakan ion kromat, CrO42-, untuk
mengendapkan Ag2CrO4 coklat. Metode Volhard menggunakan
ion Fe3+ untuk membentuk sebuah kompleks yang berwarna dengan
ion tiosianat, SCN. Dan metode Fajans menggunakan indikator adsorpsi. (Underwood,
2004)
2.8
Aplikasi Argentometri Dalam Analisis Obat dan Bahan Obat Beserta
Contoh Obatnya
Dalam dunia farmasi, metode argentometri dapat digunakan dalam
penetapan kadar suatu sediian obat. Contohnya ammonium klorida , fenderol
hidrobromida , kalium klorida , klorbutanol , meftalen , dan sediaan tablet
lainnya.
1. Penetapan
kadar amonium klorida (NH4Cl) dengan metode argentometri
Ditimbang seksama ±100 mg sampel ,larutkan dalam 100ml air,dipipet
10ml larutan kedalam erlenmeyer 250 ml ,ditambahkan larutan sampel dengan
0,5-1ml larutan K2CrO4 5%,dititrasi larutan dengan larutan AgNO3 0,1 N hingga
titik akhir tercapai,dihitung kadar amonium klorida.
2.Penetapan
Kadar Efedrin HCL Metode Pengendapan (Argentometri)
Ditimbang 250 mg efedrin HCl ,Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 250 ml,Dipipet 20 ml larutan Efedrin HCl ,Ditambahkan 3 tetes indikator K2CrO4
,Dititrasi dengan larutan AgNO3
hingga terjadi perubahan warna dari kuning sampai terbentuk endapan merah bata.
3.
Penetapan Papaverin HCL Dengan Metode Argentometri
Ditimbang seksama sempel papaverin HCL yang setara dengan 10ml
AgNO3 0,1 N ,larutkan dengan 100ml air suling ,tambhkan indikator K2CrO4 0,005
M dan titrasi dengan AgNO3 0,1 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan
warna dari kuning menjadi merah coklat atau merah bata.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Argentometri
merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa
lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana
tertentu.
Kelarutan
didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam
larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefenisikan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi
molekuler homogen.
Hasil Kali Kelarutan adalah nilai tetapan kesetimbangan garam atau basa
yang sukar larut dalam larutan jenuh.
Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu
fase padat keluar dari larutan.
Metode – metode Titrasi Dalam Analisis Argentometri adalah Metode Volhard,
Metode Fayans dan Metode Mohr.
Kelarutan dari garam sebuah asam lemah tergantung pada pH larutan
tersebut. Beberapa contoh garam-garam tersebut yang lebih penting dalam kimia
analitis adalah oksalat, sulfide, hidroksida, karbonat, dan fosfat.
Dalam
titrasi yang melibatkan garam-garam perak ada tiga indikator yang telah sukses
dikembangkan selama ini yaitu metode Mohr menggunakan ion kromat, CrO42-,
untuk mengendapkan Ag2CrO4 coklat. Metode Volhard
menggunakan ion Fe3+ untuk membentuk sebuah kompleks yang
berwarna dengan ion tiosianat, SCN. Dan metode Fajans menggunakan indikator
adsorpsi.
3.2
Saran
Dalam melakukan titrasi
argentometri haruslah memperhatikan metode apa yang akan kita gunakan dalam
titrasi argentometri tersebut dan memperhatikan apa titrasi akhir yang
seharusnya terjadi saat melakukan titrasi argentometri.
DAFTAR PUSTAKA
Cairns, D.,2008. Essential of Phaarmaceutical Chemistry.Third
edition London:
Day, R.A. and A.L. Underwood. (2002). Analisis
kimia kuantitatif. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga
Petruci, Ralp H dan Suminar. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan
Modern. Jakarta: Erlangga.
Prof. Dr. Gholib Ibnu dan R.Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Voight, R.,1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi 5. Gadjah
Mada University Press:Yogyakarta.
Comments
Post a Comment